
Toko Buku Liong adalah proyek seni kolaboratif antara kurator Adelina Luft (Rumania / Indonesia) dan seniman Daniel Lie (Brasil / Indonesia) yang diselenggarakan daring oleh Cemeti – Institut untuk Seni dan Masyarakat, mulai dari 4 Agustus hingga 4 September 2020.
Proyek ini merupakan upaya bersama untuk mengingat kembali fragmen-fragmen biografi keluarga Lie dan komik-komik yang mereka hasilkan dan terbitkan di Toko Buku Liong pada 1950-an dengan menciptakan arsip afektif yang tersituasikan pada persimpangannya dengan politik identitas, struktur kekuasaan, dan agensi kebudayaan pada masa pascakemerdekaan Indonesia. Terstruktur dalam empat jilid berurutan yang menyajikan karya seni, esai, dan bahan arsip, proyek ini mengemukakan rute alternatif dari sejarah arus utama dan berharap untuk lebih jauh menghasilkan percakapan tentang subjektivitas kepengarangan dan peran komik Indonesia dalam pembangunan identitas budaya.
Setiap jilid membahas sebuah aspek dari penelitian sembari mengembangkan pembacaan sekuensial setiap minggunya melalui sudut pandang jilid-(jilid) sebelumnya dan sebuah Program Diskusi. Bagian pertama menetapkan penelitian di Semarang, 1950-an, melalui ruang fisik bekas toko buku, sedangkan jilid kedua memperkenalkan para pendiri dan produsen Toko Buku Liong yang bermigrasi ke Brasil pada tahun 1958. Jilid ketiga menelisik rumah produksi komik independen dan pencarian identitas budayanya, sementara jilid terakhir berfokus pada pembacaan kritis atas Wiro, Anak Rimba Indonesia, salah satu komik Indonesia yang paling populer. -.
Semasa pandemi yang tengah melanda sekarang, proyek ini dilakukan dalam format daring sebagai cara untuk bereksperimen dengan bentuk-bentuk ekspresi visual hibrid (sebagai pameran, publikasi, dan karya seni) dan untuk menciptakan aksesibilitas transnasional dan multibahasa.
Biografi
ADELINA LUFT adalah kurator dan peneliti yang fokus pada seni dan sejarah Indonesia. Ia meraih gelar Sarjana dari program studi Public Relations, the National University of Political Studies di Bukares (2012) dan MA dari Pengkajian Seni Rupa, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta (2017). Tugas akhir studi pasca sarjana dan kolaborasinya dengan Jogja Biennale Equator memperluas minatnya pada studi pasca-kolonial, dialog horizontal Selatan, dan perspektif transnasional. Menempati posisi dan identitas yang diberi jeda (hyphenated) dalam ‘pasca’ yang ganda (pascakolonial dan pasca komunis) telah menjadi sumber bagi Adelina Luft untuk secara artistik merefleksikan sejarah transnasional dan berupaya merekonstruksi narasi yang dipinggirkan di dalam politik (re)presentasi. Ia telah tinggal di Yogyakarta selama enam tahun terakhir ini, dimana ia bereksperimen dengan gaya hidup berbasis kolektif dan proses kolaborasi dengan para seniman dan kurator, yang memungkinkan pembentukan subjektivitas baru dan lingkungan non-hirarkis.
—
Di dalam praktik DANIEL LIE, waktu adalah pilar utama refleksi. Sejak ingatan paling lampau dan afektif – menghadirkan kisah keluarga dan personal – hingga waktu bagi hal-hal di dunia; periode masa kehidupan, dan durasi keberadaan elemen. Melalui instalasi, objek, dan hibridisasi bahasa seni – menggunakan segala sesuatu sebagaimana adanya – karyanya menciptakan jembatan dengan konsep seni performance sebagaimana seni berbasis waktu, kefanaan, dan keberadaan. Untuk menyoroti tiga hal ini, elemen-elemen yang memiliki waktu terkandung di dalamnya disusun di dalam ruang sebagai instalasi, seperti sesuatu yang membusuk, tanaman yang tumbuh, jamur dan tubuh. Di dalam penelitian karya tersebut, tampilan menghadapi ketegangan dan meruntuhkan pemikiran biner antara sains dan agama, leluhur dan masa ini, kehidupan dan kematian. Seniman Indonesia-Brazil, transpuan, lahir di Sao Paulo/ Brazil dan tengah menempuh proses nomaden.
—
CEMETI – INSTITUT UNTUK SENI DAN MASYARAKAT (sebelumnya ‘Galeri Cemeti’, kemudian ‘Rumah Seni Cemeti’) adalah platform tertua seni kontemporer di Indonesia, didirikan di Yogyakarta tahun 1988 oleh Mella Jaarsma dan Nindityo Adipurnomo. Cemeti menawarkan platform bagi seniman dan praktisi kebudayaan untuk mengembangkan, menyajikan, dan mempraktikkan aktivitas mereka lewat kolaborasi bersama kurator, peneliti, aktivis, penulis dan performer, serta komunitas lokal di Yogyakarta. Program-program pada platform ini mengambil bentuk pameran, lokakarya, diskusi, pertemuan, publikasi, proyek penelitian jangka panjang, dan program residensi seniman selama tiga bulan (diadakan dua kali setahun). Nama ‘Institut untuk Seni dan Masyarakat’ mulai digunakan tahun 2017 dalam rangka mengekspresikan komitmen organisasi terhadap praktik artistik yang terlibat secara sosial dan politik, mengeksplorasi kemungkinan galeri untuk bertindak sebagai situs penting bagi aksi-aksi sipil. (Situs web: https://cemeti.art/)